Saturday, 26 December 2015

DESEMBER YANG HILANG


Oleh Bung Moer
DESEMBER YANG HILANG

Desember akhir tahun yang basah, kembali mengenangkan masa-masa silam, bukan untuk melangkah mundur tapi mengingat kembali apa yang telah berlalu dan tak akan kembali. mari mengingat-ngingat kejadian di masa lalu di mana kita belum mengenal hak dan tanggung jawab sebagai manusia, coba ingat ketika hujan turun membentur bumi rata dengan tanah dan menciptakan genangan air di mana naluri keingin tahu memakasa memeriksa apa yang terbawa oleh hujan, ketidak tahuan mendesak untuk meleburkan diri bersama air dan lumpur yang tercipta dari perpaduan air dan tanah. tak ada ketakutan akan sakit, tidak ada gengsi untuk di sebut kotor. dedaunan dan ranting di imajinasikan bak kapal kokoh phinisi yang sanggup memuat puluhan hingga ratusan orang, lewat imajinasi setiap orang yang terlibat dalam pesta basah, pesta tanpa biaya ,pesta para pemberani yang belum tahu mandi sendiri. bermodal imajinasi dedaunan dan segala apa yang tak tengelam menjelma jadi kapal yang kelak di larung ke got yang dialiri air menuju muara penampungan.

Kapal-kapal dari buatan imajinasi di bariskan para pemilik kearah tujuan arus , perlombaan. iya siapa tak suka menang begitulah watak kompetitor manusia. lanjut cerita dan para pemilik galangan kapal menyematkan doa-doanya masing-masing, sepatah dua kata, kata yang biasa di dengar dari orang tua dan guru dan di yakini mujarap membantu segala usahanya walaupun barisan kata yg keluar dari mulutnya sama sekali tak di mengerti.bersamaan dengan di lepasnya kapal-kapalan hujan yang menerpa seolah serupa penyemangat dari dingin yang datang merambat kesekujur tubuh yang rentah dan kemudian menjelma jadi gigilan. setengah perjalanan kapalan silih mendahului, saling sambung menyambung. tentu kau ingat terkadang kita lupa menentukan letak garis finish, maka wajar klaim mengklaim merupakan bagian yang tak pernah ketinggalan, soal yang selalu menghadirkan pertekaran ataupun perkelahian. Ranting dan daun yg menjelma jadi kapal,kapalan yang sedang berlayar ke garis finish yang tak kunjung di sepakati letaknya.

Arus air selalu kencang di bulan desember di mana rerantingan yang di lombakan terpontang panting di buatnya, ada yg tenggelam ada juga yg kokoh namun pasrah ikut arah dan terbawa arus menuju persimpangan selokan. persimpangan selalu jadi akhir di mana pemilik merasa perlombaan telah usai dan kembali kegaris awal. untuk mengulang kembali perlombaan dengan klaim sebagai pemenang sebelumnya, perlombaan terus di ulang sampai pada puncak bosan.

Basah di akhir tahun dan becek yang menyertai sebuah pemandangan akhir tahun di tempat-tempat yang belum di lapisi tembok, suara atap seng tertimpa hujan, pepohonan yang di goyang angin bukan soal yang memikat. berguyur di bawah langit yang memuntahkan air tanpa sehelai pelindung adalah hal yang di rindukan siapapun dan merupakan dambaan di masa lalu, berenang di kubangan, main kapal-kapalan hingga puncak kebosanan, lempar-lemparan lumpur atau berkejar-kejaran adalah aktivitas yang tak pernah terlewatkan di musim basah. kita atau mereka yang sempat melaluinya adalah bagian dari masa lalu yang bahagia. kita yang melaluinya belajar dari yang lalu yang mungkin tak dilalui anak-anak hari ini. generasi manja yang tak mengenal hujan, lumpur, lintah atau kapal-kapalan dari ranting dan daun. mereka generasi penakut tak berani menentang badai, kelak mereka hanya mengenal hujan dari cerita dan dogengan para guru mereka. sudah selayaknya kita yang tahu memberi tahu yang tidak tahu dan memberi kesempatan kepada yang tidak tahu agar kelak mereka tak menggugat kepada kita yang sudah tahu.Ada sesuatu yang hilang terbawa derasnya arus moderenisasi, mari kembali mengenangkan yang indah-indah untuk di rajut jadi cerita di musim penghujan

Newer Post Older Post Home

0 comments: